Pages

Rabu, 31 Oktober 2012

Prinsip-Prinsip Pemberian Obat Bagian 1


PRINSIP-PRINSIP PEMBERIAN OBAT

Pemberian obat dibagi menjadi 3,yaitu : formulasi, cara pemberian obat, dan regimen dosis.

I.              Formulasi
Formulasi obat tergantung pada faktor-faktor :
  • Penghalang yang dapat dilewati oleh obat.
  • Keadaan saat obat akan digunakan.
  • Mendesaknya situasi medis.
  • Kestabilan obat.
  • Efek lintasan pertama.
II.              Cara pemberian obat :
Cara pemberian obat meliputi :
  • Oral ( PO ) : paling cocok untuk obat-obat yang diberikan sendiri.
  • Sublingual : absorpsinya baik melalui jaringan kapiler di bawah lidah.
  • Rektal (PR ): berguna untuk pasien yang tidak sadar atau muntah-muntah atau anak kecil
Cara pemberian obat secara tradisional/ parenteral ( sekitar saluran pencernaan ) :
  • Intravena ( IV ) : awitan ( onset ) kerjanya cepat karena obat disuntikkan langsung kedalam aliran darah.
  • Intramuskular ( IM ) : obat melalui dinding kapiler untuk memasuki aliran darah.
  • Subkutan ( SubQ,SC ) : obat disuntikkan dibawah kulit dan menembus dinding kapiler untuk memasuki aliran darah
  • Inhalasi : secara umum absorpsinya cepat.
  • Topikal : berguna untuk pemberian obat-obat lokal, khusus nya yang mempunyai efek toksik jika diberikan secara sistemik.
  • Transdermal : sedikit obat-obatan yang dapat diformulasikan sedemikian sehingga “ koyo “ yang berisi obat tersebut ditempelkan kekulit.
III.              Regimen Dosis
Tiga regiman dosis yang umum diperbandingkan :
·           Dosis tunggal :

  • Plasma : konsentrasi obat dalam plasma meningkat saat obat didistribusikan kedalam aliran darah, kemudian turun saat obat didistribusikan ke jaringan, dimetabolisme, dan di eskresi.
  • Oral : obat yang diberika secara oral mencapai konsentrasi plasma puncak lebih lambat dari pada obat yang diberikan secara intra vena.
  • Infus kontinu ( IV ) : keadaan stabil ( keseimbangan ) konsentrasi obat dalam plasma di capai setelah infus kontinu selama 4-5 waktu paruh.
  • Dosis intermiten : sebuah obat harus diberikan selama 4-5 waktu paruh sebelum tercapai keadaan stabil ( keseimbangan )
  • Puncak adalah nilai-nilai tinggi pada fluktuasi. Efek toksik paling mungkin terjadi selama konsentrasi puncak obat.
  • Lembah adalah nilai-nilai rendah pada fluktuasi. Kurangnya efek obat paling mungkin terjadi selama konsentrasi lembah obat.
Berikut ini yang dimaksud waktu paruh, ialah :
  • Waktu paruh adalah jumlah waktu yang dibutuhkan oleh konsentrasi suatu obat dalam plasma untuk turun menjadi 50% setelah penghentian obat.
  • Waktu paruh distribusi ( t½α ) mencerminkan penurunan konsentrasi obat dalam plasma yang cepat saat suatu dosis obat didistribusikan diseluruh tubuh.
  • Waktu paruh eliminasi (t½β ) sering kali jauh lebih lambat, mencerminkan metabolisme dan ekskresi obat.
  • Kadar terapeutik obat dapat dicapai lebih cepat dengan memberikan dosis muatan yang di ikuti dengan dosis rumatan. Dosis rumatan adalah dosis awal obat yang lebih tinggi dari dosis-dosis selanjutnya dengan tujuan mencapai kadar obat terapeutik dalam serum dengan cepat. Dosis rumatan merupakan dosis obat yang mempertahankan konsentrasi plasma dalam keadaan stabil pada rentang terapeutik.
  • Regimen dosis ( cara, jumlah, dan frekuensi) pemberian obat mempengaruhi awitan dan durasi ( lama ) kerja obat. Awitan adalah jumlah waktu yang diperlukan oleh suatu obat untuk mulai bekerja. Durasi adalah lamanya waktu suatu obat bersifat terapeutik.
PROSEDUR PEMBERIAN OBAT
A.      PENGERTIAN OBAT
Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuh.
Pada aspek obat ada beberapa istilah yang penting kita ketahui diantaranya: nama generic yang merupakan nama pertama dari pabrik yang sudah mendapatkan lisensi, kemudian ada nama resmi yang memiliki arti nama di bawah lisensi salah satu publikasi yang resmi, nama kimiawi merupakan nama yang berasal dari susunan zat kimianya seperti acetylsalicylic acid atau aspirin, kemudian nama dagang ( trade mark) merupakan nama yang keluar sesuai dengan perusahaan atau pabrik dalam menggunakan symbol seperti ecortin, bufferin, empirin, anlagesik, dan lain-lain.
Obat yang digunakan sebaiknya memenuhi berbagai standar persyaratan obat diantaranya kemurnian, yaitu suatu keadaan yang dimiliki obat karena unsure keasliannya, tidak ada pencampuran dan potensi yang baik.selain kemurnian, obat juga harus memiliki bioavailibilitas berupa keseimbangan obat, keamanan, dan efektifitas
B.       REAKSI OBAT
Sebagai bahan atau benda asing yang masuk kedalam tubuh obat akan bekerja sesuai proses kimiawi, melalui suatu reaksi obat. Reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu paruh yakni suatu interval waktu yang diperlukan dalam tubuh untuk proses eliminasi sehingga terjadi pengurangan konsentrasi setengah dari kadar puncak obat dalam tubuh.
Adapun faktor yang mempengaruhi reaksi obat yaitu :
1. Absorbs obat
2. Distribusi obat
3. Metabolisme obat
4. Eksresi sisa
Ada 2 efek obat yakni efek teurapeutik dan efek samping. Efek terapeutik adalah obat memiliki kesesuaian terhadap efek yang diharapkan sesuai kandungan obatnya seperti paliatif ( berefek untuk mengurangi gejala), kuratif ( memiliki efek pengobatan) dan lain-lain. Sedangkan efek samping adalah dampak yang tidak diharapkan, tidak bias diramal, dan bahkan kemungkinan dapat membahayakan seperti adanya alerg, toksisitas ( keracunan), penyakit iatrogenic, kegagalan dalam pengobatan, dan lain-lain.
C.       PERSIAPAN PEMBERIAN OBAT
Ada 6 persyaratan sebelum pemberian obat yaitu dengan prinsip 6 benar :
1.         Tepat Obat
Sebelum mempersipakan obat ketempatnya bidan harus memperhatikan kebenaran obat sebanyak 3 kali yaitu ketika memindahkan obat dari tempat penyimpanan obat, saat obat diprogramkan, dan saat mengembalikan ketempat penyimpanan.
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.
2.         Tepat Dosis
Untuk menghindari kesalahan pemberian obat, maka penentuan dosis harus diperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair harus dilengkapi alat tetes, gelas ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah tablet dan lain-lain sehingga perhitungan obat benar untuk diberikan kepada pasien.
3.         Tepat pasien
Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien yang diprogramkan dengan cara mengidentifikasi kebenaran obat dengan mencocokkan nama, nomor register, alamat dan program pengobatan pada pasien.
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.
4.         Tepat cara pemberian obat/ rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.

1.        Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
2.        Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteronberarti usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (perset / perinfus).
3.        Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.
4.        Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
5.        Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
5.         Tepat waktu
Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengna waktu yang diprogramkan , karena berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari obat.
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.
6.         Tepat pendokumentasian
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.
D.       Cara Penyimpanan Obat
Dalam menyimpan obat harus diperhatikan tiga faktor utama, yaitu :
1.         Suhu, adalah faktor terpenting, karena pada umumnya obat itu bersifat termolabil (rusak atau berubah karena panas), untuk itu perhatikan cara penyimpanan masing-masing obat yang berbeda-beda. Misalnya insulin, supositoria disimpan di tempat sejuk < 15°C (tapi tidak boleh beku), vaksin tifoid antara 2 – 10°C, vaksin cacar air harus < 5°C.
2.         Posisi, pada tempat yang terang, letak setinggi mata, bukan tempat umum dan terkunci.
3.         Kedaluwarsa, dapat dihindari dengan cara rotasi stok, dimana obat baru diletakkan dibelakang, yang lama diambil duluan. Perhatikan perubahan warna (dari bening menjadi keruh) pada tablet menjadi basah / bentuknya rusak.

0 komentar:

Posting Komentar