PRINSIP-PRINSIP
PEMBERIAN OBAT
Pemberian obat dibagi
menjadi 3,yaitu : formulasi, cara pemberian obat, dan regimen dosis.
I. Formulasi
Formulasi obat
tergantung pada faktor-faktor :
- Penghalang
yang dapat dilewati oleh obat.
- Keadaan
saat obat akan digunakan.
- Mendesaknya
situasi medis.
- Kestabilan
obat.
- Efek
lintasan pertama.
II. Cara
pemberian obat :
Cara pemberian obat
meliputi :
- Oral
( PO ) : paling cocok untuk obat-obat yang diberikan sendiri.
- Sublingual
: absorpsinya baik melalui jaringan kapiler di bawah lidah.
- Rektal
(PR ): berguna untuk pasien yang tidak sadar atau muntah-muntah atau anak kecil
Cara pemberian obat
secara tradisional/ parenteral ( sekitar saluran pencernaan ) :
- Intravena
( IV ) : awitan ( onset ) kerjanya cepat karena obat disuntikkan langsung
kedalam aliran darah.
- Intramuskular
( IM ) : obat melalui dinding kapiler untuk memasuki aliran darah.
- Subkutan
( SubQ,SC ) : obat disuntikkan dibawah kulit dan menembus dinding kapiler untuk
memasuki aliran darah
- Inhalasi
: secara umum absorpsinya cepat.
- Topikal
: berguna untuk pemberian obat-obat lokal, khusus nya yang mempunyai efek
toksik jika diberikan secara sistemik.
- Transdermal
: sedikit obat-obatan yang dapat diformulasikan sedemikian sehingga “ koyo “
yang berisi obat tersebut ditempelkan kekulit.
III. Regimen
Dosis
Tiga regiman dosis
yang umum diperbandingkan :
· Dosis
tunggal :
- Plasma
: konsentrasi obat dalam plasma meningkat saat obat didistribusikan kedalam
aliran darah, kemudian turun saat obat didistribusikan ke jaringan,
dimetabolisme, dan di eskresi.
- Oral
: obat yang diberika secara oral mencapai konsentrasi plasma puncak lebih
lambat dari pada obat yang diberikan secara intra vena.
- Infus
kontinu ( IV ) : keadaan stabil ( keseimbangan ) konsentrasi obat dalam plasma
di capai setelah infus kontinu selama 4-5 waktu paruh.
- Dosis
intermiten : sebuah obat harus diberikan selama 4-5 waktu paruh sebelum
tercapai keadaan stabil ( keseimbangan )
- Puncak
adalah nilai-nilai tinggi pada fluktuasi. Efek toksik paling mungkin terjadi
selama konsentrasi puncak obat.
- Lembah
adalah nilai-nilai rendah pada fluktuasi. Kurangnya efek obat paling mungkin
terjadi selama konsentrasi lembah obat.
Berikut ini yang
dimaksud waktu paruh, ialah :
- Waktu
paruh adalah jumlah waktu yang dibutuhkan oleh konsentrasi suatu obat dalam
plasma untuk turun menjadi 50% setelah penghentian obat.
- Waktu
paruh distribusi ( t½α ) mencerminkan penurunan konsentrasi obat
dalam plasma yang cepat saat suatu dosis obat didistribusikan diseluruh tubuh.
- Waktu
paruh eliminasi (t½β ) sering kali jauh lebih lambat, mencerminkan
metabolisme dan ekskresi obat.
- Kadar terapeutik obat
dapat dicapai lebih cepat dengan memberikan dosis muatan yang di ikuti dengan
dosis rumatan. Dosis rumatan adalah dosis awal obat yang lebih tinggi dari
dosis-dosis selanjutnya dengan tujuan mencapai kadar obat terapeutik dalam
serum dengan cepat. Dosis rumatan merupakan dosis obat yang mempertahankan
konsentrasi plasma dalam keadaan stabil pada rentang terapeutik.
- Regimen dosis ( cara,
jumlah, dan frekuensi) pemberian obat mempengaruhi awitan dan durasi ( lama )
kerja obat. Awitan adalah jumlah waktu yang diperlukan oleh suatu obat untuk mulai
bekerja. Durasi adalah lamanya waktu suatu obat bersifat terapeutik.
PROSEDUR PEMBERIAN
OBAT
A. PENGERTIAN
OBAT
Obat merupakan sebuah
substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau
pengobatan bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam
tubuh.
Pada aspek obat ada
beberapa istilah yang penting kita ketahui diantaranya: nama generic yang
merupakan nama pertama dari pabrik yang sudah mendapatkan lisensi, kemudian ada
nama resmi yang memiliki arti nama di bawah lisensi salah satu publikasi yang
resmi, nama kimiawi merupakan nama yang berasal dari susunan zat kimianya
seperti acetylsalicylic acid atau aspirin, kemudian nama dagang ( trade mark)
merupakan nama yang keluar sesuai dengan perusahaan atau pabrik dalam
menggunakan symbol seperti ecortin, bufferin, empirin, anlagesik, dan
lain-lain.
Obat yang digunakan
sebaiknya memenuhi berbagai standar persyaratan obat diantaranya kemurnian,
yaitu suatu keadaan yang dimiliki obat karena unsure keasliannya, tidak ada
pencampuran dan potensi yang baik.selain kemurnian, obat juga harus memiliki
bioavailibilitas berupa keseimbangan obat, keamanan, dan efektifitas
B. REAKSI
OBAT
Sebagai bahan atau
benda asing yang masuk kedalam tubuh obat akan bekerja sesuai proses kimiawi,
melalui suatu reaksi obat. Reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu paruh
yakni suatu interval waktu yang diperlukan dalam tubuh untuk proses eliminasi
sehingga terjadi pengurangan konsentrasi setengah dari kadar puncak obat dalam
tubuh.
Adapun faktor yang
mempengaruhi reaksi obat yaitu :
1. Absorbs obat
2. Distribusi obat
3. Metabolisme obat
4. Eksresi sisa
Ada 2 efek obat yakni
efek teurapeutik dan efek samping. Efek terapeutik adalah obat memiliki
kesesuaian terhadap efek yang diharapkan sesuai kandungan obatnya seperti
paliatif ( berefek untuk mengurangi gejala), kuratif ( memiliki efek
pengobatan) dan lain-lain. Sedangkan efek samping adalah dampak yang tidak
diharapkan, tidak bias diramal, dan bahkan kemungkinan dapat membahayakan
seperti adanya alerg, toksisitas ( keracunan), penyakit iatrogenic, kegagalan
dalam pengobatan, dan lain-lain.
C. PERSIAPAN PEMBERIAN OBAT
Ada 6 persyaratan
sebelum pemberian obat yaitu dengan prinsip 6 benar :
1. Tepat
Obat
Sebelum mempersipakan
obat ketempatnya bidan harus memperhatikan kebenaran obat sebanyak 3 kali yaitu
ketika memindahkan obat dari tempat penyimpanan obat, saat obat diprogramkan,
dan saat mengembalikan ketempat penyimpanan.
Obat memiliki nama
dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing (baru
kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi
apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi
obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga
kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak
obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat
dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai
dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien meragukan
obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat
untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.
2. Tepat
Dosis
Untuk menghindari
kesalahan pemberian obat, maka penentuan dosis harus diperhatikan dengan
menggunakan alat standar seperti obat cair harus dilengkapi alat tetes, gelas
ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah tablet dan lain-lain
sehingga perhitungan obat benar untuk diberikan kepada pasien.
3. Tepat
pasien
Obat yang akan
diberikan hendaknya benar pada pasien yang diprogramkan dengan cara
mengidentifikasi kebenaran obat dengan mencocokkan nama, nomor register, alamat
dan program pengobatan pada pasien.
Sebelum obat
diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur,
gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika
pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai,
misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri
akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain
seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu
diidentifikasi dari gelang identitasnya.
4. Tepat
cara pemberian obat/ rute
Obat dapat diberikan
melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute
terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan,
sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat
diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
1. Oral,
adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena
ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga
mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
2. Parenteral,
kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti
disamping, enteronberarti usus, jadi parenteral berarti diluar
usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (perset / perinfus).
3. Topikal,
yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion,
krim, spray, tetes mata.
4. Rektal,
obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan
mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal
seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar
/ kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih
cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak
semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
5. Inhalasi,
yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel
untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat
secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent,
berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
5. Tepat
waktu
Pemberian obat harus
benar-benar sesuai dengna waktu yang diprogramkan , karena berhubungan dengan
kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari obat.
Ini sangat penting,
khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau
mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan,
untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan.
Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena
susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat
yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan
pada lambung misalnya asam mefenamat.
6. Tepat
pendokumentasian
Setelah obat itu
diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu
diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat
diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.
D. Cara
Penyimpanan Obat
Dalam menyimpan obat
harus diperhatikan tiga faktor utama, yaitu :
1. Suhu,
adalah faktor terpenting, karena pada umumnya obat itu bersifat termolabil
(rusak atau berubah karena panas), untuk itu perhatikan cara penyimpanan
masing-masing obat yang berbeda-beda. Misalnya insulin, supositoria disimpan di
tempat sejuk < 15°C (tapi tidak boleh beku), vaksin tifoid antara 2 – 10°C,
vaksin cacar air harus < 5°C.
2. Posisi, pada
tempat yang terang, letak setinggi mata, bukan tempat umum dan terkunci.
3. Kedaluwarsa,
dapat dihindari dengan cara rotasi stok, dimana obat baru diletakkan
dibelakang, yang lama diambil duluan. Perhatikan perubahan warna (dari bening
menjadi keruh) pada tablet menjadi basah / bentuknya rusak.
- Penghalang yang dapat dilewati oleh obat.
- Keadaan saat obat akan digunakan.
- Mendesaknya situasi medis.
- Kestabilan obat.
- Efek lintasan pertama.
- Oral ( PO ) : paling cocok untuk obat-obat yang diberikan sendiri.
- Sublingual : absorpsinya baik melalui jaringan kapiler di bawah lidah.
- Rektal (PR ): berguna untuk pasien yang tidak sadar atau muntah-muntah atau anak kecil
- Intravena ( IV ) : awitan ( onset ) kerjanya cepat karena obat disuntikkan langsung kedalam aliran darah.
- Intramuskular ( IM ) : obat melalui dinding kapiler untuk memasuki aliran darah.
- Subkutan ( SubQ,SC ) : obat disuntikkan dibawah kulit dan menembus dinding kapiler untuk memasuki aliran darah
- Inhalasi : secara umum absorpsinya cepat.
- Topikal : berguna untuk pemberian obat-obat lokal, khusus nya yang mempunyai efek toksik jika diberikan secara sistemik.
- Transdermal : sedikit obat-obatan yang dapat diformulasikan sedemikian sehingga “ koyo “ yang berisi obat tersebut ditempelkan kekulit.
- Plasma : konsentrasi obat dalam plasma meningkat saat obat didistribusikan kedalam aliran darah, kemudian turun saat obat didistribusikan ke jaringan, dimetabolisme, dan di eskresi.
- Oral : obat yang diberika secara oral mencapai konsentrasi plasma puncak lebih lambat dari pada obat yang diberikan secara intra vena.
- Infus kontinu ( IV ) : keadaan stabil ( keseimbangan ) konsentrasi obat dalam plasma di capai setelah infus kontinu selama 4-5 waktu paruh.
- Dosis intermiten : sebuah obat harus diberikan selama 4-5 waktu paruh sebelum tercapai keadaan stabil ( keseimbangan )
- Puncak adalah nilai-nilai tinggi pada fluktuasi. Efek toksik paling mungkin terjadi selama konsentrasi puncak obat.
- Lembah adalah nilai-nilai rendah pada fluktuasi. Kurangnya efek obat paling mungkin terjadi selama konsentrasi lembah obat.
- Waktu paruh adalah jumlah waktu yang dibutuhkan oleh konsentrasi suatu obat dalam plasma untuk turun menjadi 50% setelah penghentian obat.
- Waktu paruh distribusi ( t½α ) mencerminkan penurunan konsentrasi obat dalam plasma yang cepat saat suatu dosis obat didistribusikan diseluruh tubuh.
- Waktu paruh eliminasi (t½β ) sering kali jauh lebih lambat, mencerminkan metabolisme dan ekskresi obat.
- Kadar terapeutik obat dapat dicapai lebih cepat dengan memberikan dosis muatan yang di ikuti dengan dosis rumatan. Dosis rumatan adalah dosis awal obat yang lebih tinggi dari dosis-dosis selanjutnya dengan tujuan mencapai kadar obat terapeutik dalam serum dengan cepat. Dosis rumatan merupakan dosis obat yang mempertahankan konsentrasi plasma dalam keadaan stabil pada rentang terapeutik.
- Regimen dosis ( cara, jumlah, dan frekuensi) pemberian obat mempengaruhi awitan dan durasi ( lama ) kerja obat. Awitan adalah jumlah waktu yang diperlukan oleh suatu obat untuk mulai bekerja. Durasi adalah lamanya waktu suatu obat bersifat terapeutik.