Pages

Senin, 07 Januari 2013

Oksigenasi


Oksigenasi

oleh: Windyasih

Dapatkah seseorang bertahan hidup tanpa menghirup Oksigen? Saya yakin jawabannya adalah Tidak! Begitu esensialnya unsur ini bagi kehidupan sehingga apabila 10 detik saja otak manusia tidak mendapatkan oksigen, maka yang akan terjadi kemudian adalah penurunan kesadaran dan apabila terus berlanjut, otak akan mengalami kerusakan yang lebih berat dan irreversible.
Sistem pengangkut O2 di dalam tubuh terdiri atas paru-paru dan sistim kardiovaskuler. Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu tergantung pada jumlah O2 yang masuk kedalam paru-paru, adanya pertukaran gas dalam paru yang adekuat, aliran darah menuju jaringan, serta kapasitas darah untuk mengangkut O2. aliran darah bergantung pada derajat konstriksi jaringan vaskuler didalam jaringan serta curah jantung. Jumlah O2 didalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah serta afinitas hemoglobin terhadap O2.
Oksigen berdifusi dari bagian konduksi paru kebagian respirasi paru sampai ke alveoli, membrana basalis dan endotel kapiler. Dalam darah sebagian besar O2 bergabung dengan hemoglobin (97%) dan sisanya larut dalam plasma (3%). Dewasa muda pria, jumlah darahnya ± 75 ml/kg , sedangkan wanita ± 65 ml/kg. Satu ml darah pria mengandung kira-kira 280 juta molekul Hb. Satu molekul Hb sanggup mengikat 4 Molekul O2 membentuk HbO2; oksi hemoglobin.
Dinamika reaksi pengikatan O2 oleh hemoglobin menjadikannya sebagai pembawa O2 yang sangat serasi. Hemoglobin adalah protein yang dibentuk dari 4 subunit, masing-masing mengandung gugus heme yang melekat pada sebuah rantai polipeptida. Heme adalah kompleks yang dibentuk dari suatu porfirin dan 1 atom besi fero. Masing-masing dari ke-4 ataom besi dapat mengikat satu molekul O2 secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk fero, sehingga reaksi pengikatan O2 merupakan suatu reaksi oksigenasi, bukan reaksi oksidasi. Reaksi pengikatan hemoglobin dengan O2 lazim ditulis sebagai Hb + O2 ↔ HbO2.
Berikut ini akan dijabarkan beberapa keadaan dimana tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksemia, hipoksia dan gagal nafas).
Hipoksemia
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal (nilai normal PaO285-100 mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan menjadi ringan sedang dan berat berdasarkan nilai PaO2 dan SaO2, yaitu:
  1. Hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-94%
  2. Hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89%
  3. Hipoksemia berat bila PaO2 kurang dari 40 mmHg dan SaO2 kurang dari 75%.
Umur juga mempengaruhi nilai PaO2 dimana setiap penambahan umur satu tahun usia diatas 60 tahun maka terjadi penurunan PaO2 sebesar 1 mmHg. Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan berada ditempat yang tinggi.
Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang bertujuan untuk mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai. Bila tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg, kendali nafas akan meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang meningkat dan sebaliknya tekanan karbondioksida arteri (PaCO2) menurun, jaringan Vaskuler yang mensuplai darah di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi, juga terjadi takikardi kompensasi yang akan meningkatkan volume sekuncup jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki.
Hipoksia alveolar menyebabkan kontraksi pembuluh pulmoner sebagai respon untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di area paru terganggu, kemudian akan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan kapasiti transfer oksigen. Kontraksi pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan peningkatan volume sekuncup jantung akan menyebabkan hipertensi pulmoner, gagal jantung kanan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Hipoksia
Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan. Istilah ini lebih tepat dibandingkan anoksia, sebab jarang dijumpai keadaan dimana benar-benar tidak ada O2 tertinggal dalam jaringan, secara tradisional, hipoksia dibagi dalam 4 jenis. Keempat kategori hipoksia adalah sebagai berikut :
Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik) yaitu apabila PO2 darah arteri berkurang. Merupakan masalah pada individu normal pada daerah ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai penyakit sistim pernafasan lainnya. Gejala yang muncul pada keadaan ini antara lain alkalosis respiratorik, iritabilitas, insomnia, sakit kepala, sesak nafas, mual dan muntah.
Hipoksia anemik yaitu apabila O2 darah arteri normal tetapi mengalami denervasi. Sewaktu istirahat, hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena terdapat peningkatan kadar 2,3-DPG didalam sel darah merah, kecuali apabila defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun demikian, penderita anemia mungkin mengalami kesulitan cukup besar sewaktu melakukan latihan fisik karena adanya keterbatasan kemampuan meningkatkan pengangkutan O2 kejaringan aktif.
Hipoksia stagnan; akibat sirkulasi yang lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok. Hipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak mengalami kerusakan akibat hipoksia stagnan pada gagal jantung kongestif. Pada keadaan normal, aliran darah ke paru-paru sangat besar, dan dibutuhkan hipotensi jangka waktu lama untuk menimbulkan kerusakan yang berarti. Namun, syok paru dapat terjadi pada kolaps sirkulasi berkepanjangan,terutama didaerah paru yang letaknya lebih tinggi dari jantung.
Hipoksia histotoksik; hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom oksidasi serta mungkin beberapa enzim lainnya. Biru metilen atau nitrit digunakan untuk mengobati keracunan sianida. Zat-zat tersebut bekerja dengan sianida, menghasilkan sianmethemoglobin, suatu senyawa non toksik. Kemampuan pengobatan menggunakansenyawa ini tentu saja terbatas pada jumlah methemoglobin yang dapat dibentuk dengan aman. Pemberian terapi oksigen hiperbarik mungkin juga bermanfaat.
Gagal Nafas
Gagal nafas merupakan suatu keadaan kritis yang memerlukan perawatan di instansi perawatan intensif. Diagnosis gagal nafas ditegakkan bila pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat atau tidak mampu mencukupi kebutuhan oksigen darah dan sistem organ. Gagal nafas terjadi karena disfungsi sistem respirasi yang dimulai dengan peningkatan karbondioksida dan penurunan jumlah oksigen yang diangkut kedalam jaringan. Gagal nafas akut sebagai diagnosis tidak dibatasi oleh usia dan dapat terjadi karena berbagai proses penyakit. Gagal nafas hampir selalu dihubungkan dengan kelainan diparu,tetapi keterlibatan organ lain dalam proses respirasi tidak boleh diabaikan.
1. Gagal Nafas Tipe I
Pada tipe ini terjadi perubahan pertukaran gas yang diakibatkan kegagalan oksigenasi. PaO2 ≤50 mmHg merupakan ciri khusus tipe ini, sedangkan PaCO2 ≤40 mmHg, meskipun ini bisa juga disebabkan gagal nafas hiperkapnia. Ada 6 kondisi yang menyebabkan gagal nafas tipe I yaitu:
  • Ketidaknormalan tekanan partial oksigen inspirasi (low PIO2)
  • Kegagalan difusi oksigen
  • Ketidakseimbangan ventilasi / perfusi [V/Q mismatch]
  • Pirau kanan ke kiri
  • Hipoventilasi alveolar
  • Konsumsi oksigen jaringan yang tinggi
2. Gagal Nafas Tipe II 2
Tipe ini dihubungkan dengan peningkatan karbondioksida karena kegagalan ventilasi dengan oksigen yang relatif cukup. Beberapa kelainan utama yang dihubungkan dengan gagal nafas tipe ini adalah kelainan sistem saraf sentral, kelemahan neuromuskuler dam deformiti dinding dada. Penyebab gagal nafas tipe II adalah :
  • Kerusakan pengaturan sentral
  • Kelemahan neuromuskuler
  • Trauma spina servikal
  • Keracunan obat
  • Infeksi
  • Penyakit neuromuskuler
  • Kelelahan otot respirasi
  • Kelumpuhan saraf frenikus
  • Gangguan metabolisme
  • Deformitas dada
  • Distensi abdomen massif
  • Obstruksi jalan nafas
Terapi oksigen merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian Oadalah untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja miokard.
Adapun syarat-syarat dalam pemberian oksigen adalah konsentrasi Oudara inspirasi dapat terkontrol, tidak terjadi penumpukan CO2, mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah, efisien dan ekonomis, serta nyaman untuk pasien.
Dalam pemberian terapi Operlu diperhatikan “Humidification”. Hal ini penting diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan Oyang diperoleh dari sumber O(Tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.
Berdasarkan tujuan terapi pemberian Oyang telah disebutkan, maka adapun indikasi utama pemberian Oini adalah sebagai berikut :
  • Klien dengan kadar Oarteri rendah dari hasil analisa gas darah,
  • Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan,
  • Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan Omelalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian Odindikasikan kepada klien dengan gejala; sianosis, hipovolemi, perdarahan, anemia berat,  keracunan CO, asidosis, selama dan sesudah pembedahan, klien dengan keadaan tidak sadar.
Pemberian oksigen untuk mengatasi kondisi kekurangan oksigen dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu system aliran rendah dan system aliran tinggi;
1. Sistem Aliran Rendah
a. Aliran rendah konsentrasi rendah

Menggunakan kanula nasal/binasal
  • Digunakan untuk pemberian O2 dengan aliran  1-6 lt/mnt
  • Dengan memberikan FiO2 sebesar 24 – 44 %
  • Kadar O2 bertambah 4 %  untuk tiap tambahan 1 lt/mt
b. Aliran rendah konsentrasi tinggi
Menggunakan sungkup muka (masker) sederhana
  • Aliran O2 sebesar 6-10 Lt/Mt
  • Konsentrasi FiO2 sebesar 60 %
  • Merupakan aliran rendah melalui hidung, nasofaring dan orofaring.
Menggunakan Sungkup muka dengan kantong rebreathing
  • Aliran O2 yang diberikan 6 – 10 l/mnt.
  • Konsentrasi FiO2 sebesar 80 %
  • Udara inspirasi sebagian bercampur dengan udara ekspirasi, karena 1/3 bagian volume ekspirasi masuk kantong.
  • 2/3 bagian keluar lewat lubang-lubang samping sungkup
Menggunakan Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
  • Aliran O2 diberikan 8-12 lt/mt
  • Konsentrasi FiO2 sebesar 100%
  • Udara inspirasi tidak bercampur dengan ekspirasi
2. Sistem Aliran Tinggi
a. Aliran tinggi konsentrasi  rendah
Menggunakan Sungkup Venturi
  • Memberikan aliran yang bervariasi
  • Konsentrasi O2 sebesar 24-25 %
  • Dipakai pada pasien dengan tipe ventilasi tidak teratur
  • Untuk pasien hipercarbia yang disertai hipoksia
b. Aliran  tinggi konsentrasi tinggi
  • Dengan menggunakan  head box
  • Sungkup CPAP (Continous Positive Airway Pressure)
Toksikasi oksigen dapat terjadi bila oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama 1-2 hari. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim proteolotik dan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis.
Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun juga pada bakteri, jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O2 80-100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.

0 komentar:

Posting Komentar